Laman

Minggu, 25 Desember 2011

Cegah Konflik Agraria, PRD Tuntut Pembentukan Panitia Nasional


Pilarrakyat-Madiun, Partai Rakyat Demokratik (PRD) mendesak pemerintah agar melakukan reformasi agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Desakan ini timbul menyusul maraknya konflik antara masyarakat dan perusahaan yang terjadi di berbagai daerah belakangan ini. 

“Karena itu PRD menuntut pembentukan panitia nasional untuk penyelesaian konflik agraria,” kata Firmanus Noel Fellusa, ketua KPK PRD Madiun dalam realese yang dikirim ke redaksi Pilarrakyat, Senin (26/12/11).

Menurutnya, sistim agraria nasional saat ini benar-benar mengabdi kepada kolonialisme. Ironisnya, apparatus negara, dalam hal ini Polri, justru menjadi “centeng” pemilik modal untuk menindas dan mengusir rakyat dari tanah dan sumber-sumber penghidupannya.

Kejadian di pelabuhan Sape, Bima, adalah contoh konkret bagaimana aparatus negara telah menjadi alat modal. Aparatus negara rela pasang badang hanya untuk melindungi sebuah SK atau ijin usaha sebuah perusahaan: PT. Sumber Mineral Nusantara. ”Untuk diketahui, hampir 95% saham PT. SMN dikuasai oleh pemodal dari Australia,” jelasnya.

Padahal, tambahnya, apa yang diperjuangkan oleh rakyat Lambu dan Sape di Bima adalah soal hidup dan soal martabat. “Tiba-tiba, hanya dengan bermodalkan ijin dari seorang bupati korup, perusahaan asing tiba-tiba mengklaim tanah itu sebagai daerah konsensinya,” ujar Firmanus.

Melihat kasus agraria terjadi belakangan ini, terang Firmanus, membuktikan  tata-kelola agraria di Indonesia maĆ­z bercorak kolonialisme, maka cara penyelesaian konflik agraria berwatak kolonialis, yaitu mengutamakan kepentingan pemodal.

“PRD tidak percata lagi dengan proses penyelesaian agraria di tangan pemerintah, Badan Pertanahan maupun menteri terkait. Dan dalam panitia nasional diusulkan PRD harus mengutamakan dialog dan negoisasi, untuk TNI / Polri tidak boleh terlibat menangani konflik agraria,” tegasnya. (wahyu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar